Quarter Life Crisis
Akhir-akhir ini aku suka resah. Tiba-tiba muncul banyak sekali perasaan takut. Aku takut beranjak dewasa, lulus dari kuliah dan harus memulai kehidupan fase berikutnya. Aku kelimpungan berpikir sebenarnya aku mau apa? Aku merasa tiba-tiba di titik bosan. Berada di titik aku tidak tahu mau ngapain setelah ini, besok, dan seterusnya.
Dulu aku selalu membuat hidupku terencana, lulus SMA mau masuk ITB, jurusan Teknik Kimia. Sambil kuliah aku akan buat novel, setelah lulus akan kerja atau sekalian membuat industri sendiri. Bahkan aku juga ingin melanjutkan studi di luar negeri mengenai sejarah, jurnalis, psikologi. Meskipun orangtua selalu saja bilang kalau mau S2 harus menikah dulu. Bukankah sebuah rencana yang sangat luar biasa?
Tidak tau kenapa akhir-akhir ini aku sering cari informasi pekerjaan, karena aku setakut itu nantinya mau bekerja di mana. Apalagi papaku sempat pesan kalau bisa bantu adik-adik. Kalau orang bertanya sekarang, mau sekolah lagi atau kerja aku akan mantap pilih kerja. Karena apa? Aku sebegitu diharapkan di keluarga, lulusan ITB, pekerjaan bagus, bisa bantu setidaknya untuk adik-adik. Bahkan waktu aku bercanda dengan Papa masalah fast-track lima tahun di ITB yang mana harusnya hanya spend waktu setahun beliau balas suruh bayar sendiri. Kebayang kan gimana nanti aku harus beneran struggle menyiapkan hidup setelah lulus?
Di sisi lain, gatau kenapa semakin ke sini aku semakin gatau kesukaan apa. Aku bisa state kalau aku suka nulis, baca novel, tapi sekarang? aku jarang sekali melakukan hal itu. Kenapa? Jujur aku merasa sibuk tapi sebenernya tidak. Dulu aku suka ngulik sejarah indonesia, sejarah dunia, bahkan aku suka belajar mengambar, grafis, tapi lagi-lagi gatau kenapa aku sulit lagi untuk menjajah segala keinginanku. Kekhawatiranku akan masa depan, aku semakin ingin melihat yang pasti saja, yaitu lulus dari Teknik Kimia ITB. Dan lagi-lagi aku harus bisa dapat posisi strategis demi menunjang hidupku. Sedangkan untuk mencapai itu aku harus benar serius menjalani perkuliahan ini. Layaknya sebuah sistem, kehidupan kuliahku adalah sistem yang kalau aku beri disturbance seperti nafsuku untuk belajar hal lain, dia akan kacau begitu saja. Jadi aku berpikir sekarang bukan saatnya untuk bermain-main lagi memuaskan nafsuku akan belajar sesuatu.
Hal ini semua yang sering membuatku takut tumbuh dewasa. Tidak terjebak dalam sebuah sistem membosankan yang harus kujalankan setiap harinya. Makanya aku selalu berharap andai aku masih berumur belasan yang masih bisa bersenang-senang mencoba segala hal yang diinginkan. Sekarang? Dengan keadaan seperti ini? Yang aku pikirkan sudah harus benar-benar yang bisa menyokongku untuk hidup. Beban lain yaitu mamaku yang menikah muda di usia 23 tahun. Aku nggak tahu ini pikiran dari mana, tapi aku merasa mamaku akan khawatir kalau aku menikah di usia yang mungkin lebih tua darinya. Perihal itu aku juga merasa dituntut untuk menikah muda pula yang mana umur 23 akan aku dapatkan tahun depan! Tapi nyatanya? Aku takut, aku takut membangun hubungan dengan orang lain. Aku belum siap harus hidup keluar dari lingkungan keluargaku. Aku masih belum siap untuk pulang ke tempat lain selain rumah tempat aku dibesarkan. Aku belum siap untuk itu, yang aku harapkan adalah aku pulang ke mama papaku, menghabiskan waktu bareng mereka. Melalangbuana bareng mereka, bukan dengan orang lain.
Ternyata pikiranku tidak hanya sampai situ, masalah kehidupan sosialku. Sekarang ini aku merasa tidak apa-apanya dibanding kawanku yang lain. Mereka yang aku tahu tiba-tiba mengemban jabatan di kampus, mereka yang masih memiliki kepedulian terkait masalah kampus, mereka yang selalu masih mau mengembangkan dirinya di kampus. Sejak semester lalu sepertinya aku menjadi pribadi yang tidak ingin lagi memegang peran sesuatu. Aku hanya sibuk di akademik. Padahal, dulunya aku sangat suka mencoba kepanitian A, menerima jabatan B, dan lainnya. Padahal dari segi akademik pun aku merasa tertinggal jauh dengan yang lain. Nilai-nilai ku juga tidak secemerlang teman-temanku, kerja otakku juga seperti tak secepat dulu.
Perihal pertemanan, jujur aku juga masih berusaha terkait hal itu. Seperti tulisanku sebelumnya mengenai teman, aku juga masih memegang hal itu. Yang mau aku ceritakan di sini yaitu betapa aku semakin minder dengan teman-temanku. Betapa rasa pedulinya satu sama lain yang aku tidak bisa lakukan itu. Betapa bisa mereka menghidupkan suasana, tidak sepertiku yang penuh dengan kecanggungan. Betapa mereka yang tidak perlu berusaha banyak bisa membuat orang nyaman dengan dia, bisa dijadikan tempat curhat oleh semua orang. Sedangkan aku? Bahkan aku sendiri masih belum tahu kenapa aku masih belum bisa memercayai mereka untuk curhat terkait beberapa hal. Bukan salah mereka, aku tahu mereka akan bisa menjadi pendengar yang baik, ini tentang aku, dan semua rasa kepercayaanku yang belum sepenuhnya bisa kuberikan. Padahal aku tahu, sepertinya mereka sudah percaya aku. Sepertinya, aku tidak tahu pasti dan aku tidak mau berkata demikian karena aku tidak mau hancur lagi karena ekspektasi soal pertemanan. Bahkan kadang aku masih suka tidak nyaman apabila aku ingin sendiri dan mereka ada. Di rumah pun sekarang aku lebih sering menutup pintu, menyendiri tanpa berinteraksi dengan orang rumah.
Dari semua pikiran itu, aku bingung sebenarnya ada apa denganku ini. Sampai akhirnya aku menonton video youtube yang membahas mengenai quarter life crisis. Gejalanya memang katanya dialami oleh orang berusia 20-30 tahun. Tapi aku tidak berani menyatakan bahwa aku mengalami quarter life cisis. Aku tidak tahu pasti perasaan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang mengalami hal itu.
Comments
Post a Comment