Elang

Kelas semakin membosankan saja. Presentasi dari teman-temanku hanya disambut anggukan kepala mengantuk. Bahkan ini sudah hampir lewat batas waktu kelas. Mahasiswa yang akan menggunakan kelas ini juga sudah menunggu di depan pintu. Entah apa yang dipikirkan oleh dosenku ini, bukannya segera membubarkan kelas tapi semakin banyak melemparkan pertanyaan mengenai presentasi. Tak lagi ikut mendengarkan, aku masukkan semua buku dan barangku ke dalam tas. Aku kenakan sweater biru navy-ku yang bertuliskan "Petrichor" lalu menyimpan ponsel ke dalam kantong. Aku sudah benar-benar siap untuk mengakhiri kelas.

Betul saja, tak lama setelah itu dosenku membubarkan kelas kami. Naya segera mendekatiku untuk ke kantin bersama, "Ca! Ayo." Ia menarik tanganku cepat. Aku mengangguk, tapi percuma saja keluar cepat-cepat. Mulut pintu begitu sesak dengan mahasiswa yang keluar juga yang akan masuk. Begitu keluar kelas aku berjalan di koridor gedung bersama Naya sebelum akhirnya tubuhku terhuyung jatuh sebab tali sepatuku terjuntai dan terinjak oleh seseorang.

"Aduh!" Aku benar-benar jatuh terjerembab ke arah depan. Membuat orang yang menginjakku teralihkan perhatiannya dan segera menolongku. 

Cowok berjaket abu-abu dengan topi hitam polosnya itu mengulurkan tangan pertolongannya kepadaku, "Maaf-maaf." katanya.

Aku masih sibuk untuk berdiri sebelum akhirnya kulempar senyum kepada cowok itu. "Iya gapapa. Sepatu gue yang minta maaf talinya kemana-mana."

"Ada-ada aja sepatu disalahin." Cowok itu tiba-tiba berlutut dan menali sepatuku. 

"Eh-eh lo ngapain?"

Masih sambil menali sepatu cowok itu melihatku, "Betulin tali sepatu lo lah! Biar nggak jatuh lagi keinjek orang."

Demi apapun aku malu, Naya hanya menahan tawa tidak berniat untuk membantuku. Aku heran juga dengan cowok ini, mau saja dia memberikan waktunya untuk mengurus tali sepatu cewek yang nggak dia kenal.

"Ngomong-ngomong nama lo siapa?" Cowok itu bersuara lagi dan mengulurkan tangannya.

Aku menerima uluran tangannya itu, "Cemara, panggil Caca aja." Jawabku sambil tersenyum.

"Gue Elang. Lo jurusan apa?"

"Geodesi 16. Lo?" Jawabku singkat.

"Teknik Kimia 15." Ia tersenyum sedangkan aku terkejut ternyata dia satu tingkat di atasku.

"Oke Lang. Gue duluan ya!" Aku segera menginggalkannya dan menarik tangan Naya supaya cepat-cepat makan karena sudah lapar sedari tadi.

***

Elang. Saat itu aku hanya tau kalau dia cowok berjaket abu-abu yang tiba-tiba membuatku terjatuh hanya gara-gara sepatu. Cowok bertopi hitam yang tiba-tiba mengajakku berkenalan. Cowok yang aku kira hanya akan menjadi kenalan acak yang mungkin seminggu kemudian aku juga akan melupakannya. 

Namun aku salah, dialah Elang yang ternyata matanya tak pernah henti menatapku. Dialah Elang yang ternyata menjadi orang pertama yang mengatakan bahwa pertemuan kita bukanlah kebetulan, tapi suatu titik dari dua fungsi berbeda yang bersinggungan dan bekemungkinan untuk membentuk satu fungsi baru. Tapi dia juga Elang, cowok yang pada akhirnya menjadi sebrengsek-brengseknya cowok yang penah aku kenal.      

Comments