Dibalik Bungkam

Hari-hari di kampus selalu memiliki kejutan-kejutan baru untukku. Menghabiskan setiap detik berharga membuat kenangan baru. Terlebih ketika dia yang lama tak pernah kutemui datang lagi. Mengajakku makan siang bersama di kantin kampus.
“Hai Key, apa kabar?” Tanyanya.
“Baik kamu?”
“Baik juga. Lama banget ya kita nggak ketemu. Hm tiga tahun?”
Aku tersenyum kecil, “Ya, sejak kamu pindah ke Surabaya kan?”
Ia mengangguk. Tampilannya sudah beda sekarang. Tubuhnya menjulang tinggi dengan kacamata bertengger di wajahnya. Rambutnya yang dulu selalu dipotong cepak kini muncul dengan potongan spike.
“Iya. Kamu betah sekali ya di Bandung.” Jawabnya lagi.
Bagaimana tidak betah, Bandung selalu menjadi tempat favoritku. Tempat dimana aku mengenalnya, menjadikannya teman paling dekat, teman tempatku mengeluhkan segala masalahku.
Tiba-tiba teleponnya berdering kencang mengalunkan music instrument yang selalu disukainya sejak dulu.
“Bentar ya Key. Halo?” Ia menjawab teleponnya sedangkan aku melanjutkan menikmati mie ayamku. Aku tidak begitu mendengar percakapannya di telepon. Pokoknya dia berbicara panjang lebar dengan sesekali tertawa renyah.  
“Maaf ya Key agak lama nelponnya. Biasalah.”
“Dari siapa sih?”
“Karin, pacarku.”
Aku tersenyum hambar. Pantas saja dia tertawa begitu puas. “Wah Karinnya di Surabaya?”
“Iyanih. Kamu gimana? Masih suka Wira?” Godanya dilanjut dengan tertawa.
“Wira siapa?”
“Bukannya dulu kamu yang selalu cerita ke aku kalau kamu cinta mati sama si Wira?”
“Kata siapa woy! Kan dulu kamu yang selalu tanya kalo aku suka siapa ya aku jawab aja Wira biar kamu diem.” Dia menertawakanku yang mulai salah tingkah. Sejak dulu dia selalu bertanya begitu, aku jawab saja sekenanya. Wira, namanya terlintas ketika dia menanyaiku. Tentu saja aku menjawab asal ketika orang yang kusukai bertanya begitu.
“Ya kali aja kan suka beneran.”
Bagaimana bisa aku suka dengan Wira kalau sebenarnya tidak ada yang benar-benar bernama Wira.
“Udah ah. Kamu sendiri gimana bisa bertemu Karin?”
“Ya begitulah. Aku kenal dia waktu awal pindah ke Surabaya. Teman SMAku. Sekarang dia kuliah di Surabaya.”
“Orangnya gimana? Kok kamu malah ke Bandung nggak nemenin dia aja?”
“Ya aku kan ingin meraih mimpiku. Orangnya baik banget bahkan kita nggak tahu kalau saling suka. Kita dulu cuma teman dekat yang sering cerita-cerita bareng. Bahkan dia selalu curhat tentang cowok ke aku awalnya. But time flies and ya she likes me.” Dia tersenyum padaku. Matanya penuh binar ketika menceritakan orang bernama Karin itu.
“Wah pasti bahagia sekali menjadi Karin.” Ucapku tersenyum kecil lalu kulirik jam tanganku. “Ehm Rain aku duluan ya mau ada kelas lagi nih.”
“Oh iya. Makasih ya Key. Kapan-kapan kenalin sama pacar kamu ya!”
“Wah pasti Rain. Dia pasti senang bertemu denganmu.” Aku berbohong. Tentu saja aku bilang bahwa aku sudah punya pacar. Bagaimana mungkin aku harus terlihat menyedihkan di hadapannya sedangkan dia sudah melangkah maju bersama Karin pacarnya. Bagaimana mungkin aku harus jujur padanya soal perasaanku, soal Wira yang sebenarnya adalah dia.
Rainald Prawira Manggala.
Bagaimana mungkin aku jujur ketika dia mulai menceritakan sosok Karin yang dulu teman dekatnya dan kini menjadi pacarnya. Sedangkan aku yang dulu juga teman dekatnya kini bukan apa-apa baginya.
Aku meninggalkan kantin itu sambil menggerutu dan berdoa agar tidak dipertemukan lagi dengannya terlebih lagi makan siang bareng seperti tadi. Semoga tidak lagi.
***
Rain berdecih dan menelepon Karin, “Halo?”
Gimana-gimana udah bilang ke Keynara?” Jawab suara di ujung sana.
“Ya aku bilang kalau kamu pacarku.”
Gila! Kamu gila Rain. Yakali aku mau sama kamu. Kamu emang sepupu paling gila.”
“Mau bagaimana lagi? Bahkan reaksinya biasa saja saat aku bilang begitu. Dan sepertinya dia juga sudah punya pacar.”
Ah percuma dong kamu akhirnya ke Bandung. Ujung-ujungnya ditolak cinta pertama.”
“Ah sudahlah. Lagipula tidak percuma aku kan kuliah di sini. Yaudah aku ngabarin itu saja dah!” Rain menutup teleponnya dan menyesap lagi minuman di depannya.

Pada akhirnya Rain akan tetap sama, selalu cemburu dengan Wira atau siapapun laki-laki yang bersanding dengan teman dekatnya itu. Akan tetap sama.  

Comments

Popular posts from this blog

Sempat Salah Jurusan, Tapi Mimpi Tetap Harus Dicapai

Tentang Kalian

Sedikit dari Aku