Teman
Kali ini mau ngomong asal ajasih, mengenai apa yang aku rasakan dulu, kemarin, hingga saat ini. Entah ini masalahnya apa, di lingkunganku, atau memang ada yang salah dengan diriku. Sejak dulu aku percaya pertemanan, aku suka menghabiskan waktu bersama teman-temanku. Aku menceritakan segala hal yang aku rasakan, aku berusaha menjadi teman terbaik. Bahkan aku bisa saja mendeklarasikan diri bahwa aku adalah teman paling loyal kala itu.
Satu waktu, aku suka dengan seseorang, ya layaknya orang suka pada umumnya aku kepoin segala hal tentang dia. Sayangnya yang aku dapat hanya curhatan-curhatan dia mengenai kesendirian. Tidak memercayai akan pertemanan, dan suka hidup hanya sendirian. Otomatis, aku mempertanyakan hal itu, menurutku teman adalah anugerah paling indah. Bagaimana bisa ada seseorang yang tidak menyukai pertemanan?
Realitanya semua pertanyaan itu terjawab satu per satu. Aku mendengar omongan belakang oleh teman baikku sendiri. Perlahan, aku tidak lagi merasa terajak untuk menghabiskan waktu bersama. Sampai akhirnya lingkar mainku selalu berubah-ubah. Bahkan yang paling membuatku sangat merasa perih, ternyata cerita-ceritaku dijadikan konsumsi umum. Tidak ada lagi yang namanya rahasia antarteman. Banyak lagi yang kualami terus menerus hingga aku mempertanyakan arti teman.
Aku pernah pula di satu titik merasa bahwa ia adalah teman terdekatku, ternyata aku bukanlah siapa-siapa baginya. Aku sempat menarik diri, apakah keberadaanku masih belum cukup? Kenapa semua kebaikan yang aku lakukan tidak ada timbal balik dari orang yang selama ini kusebut teman? Aku lelah, memperjuangkan hubungan pertemanan sendirian. Aku capek, harus berpura-pura baik, sedang sebenarnya aku tidak lagi percaya dengan dia.
Semua hal itu membuatku susah percaya sama orang. Membuatku selalu merasa semua orang hanya mau kebaikanku. Tidak akan ada tempat untukku berkeluh kesah, karena tidak pernah ada yang memikirkanku. Namun aku ingat satu nasihat ini, "Tidak ada salahnya memberikan yang terbaik dari diri kamu. Dari hukum fisika aja ada aksi-reaksi, bila tidak dapat reaksi sekarang, mungkin sisanya adalah kehendak Allah." Nasihat ini aku pegang hingga saat ini. Meskipun aku juga tidak tau bagaimana menghilangkan pikiran-pikiran ditinggalkan teman dari otakku.
Semakin ke sini aku semakin merasa baik-baik saja. Karena apa? Karena aku sudah tidak berekspektasi. Aku sudah tidak lagi mau terlalu menganggap seseorang sebagai teman baik. Aku tidak mau mendeklarasikan seseorang sebagai teman dekatku. Aku ingin cerita maka aku cerita, dia ingin cerita akan aku dengarkan. Aku akan mencoba untuk selalu memberikan yang terbaik dari diriku. Dan syukurlah sampai saat ini aku merasa baik-baik saja. Walaupun, teman baik, teman dekat, aku masih tidak ingin mengecap seseorang seperti itu, karena aku masih belum sanggup apabila ekspektasiku runtuh lagi.
Comments
Post a Comment