Kelulusan Kita


Seharusnya hari ini adalah hari paling bahagia bagiku. Menyalami rektor dan menerima secarik kertas bertuliskan kata lulus di atasnya. Serta tersenyum membalas ucapan selamat dari kawan-kawan. Seharusnya aku juga bisa ikut merasakan aura acara arak-arakan yang begitu meriah dan ikut serta mengumandangkan yel-yel himpunan. Sayang sekali yang aku tatap hanya dia yang kini sedang tersenyum lebar atas semua pencapaiannya. Lulus dengan nilai memuaskan dan langsung mendapat studi master di Jerman. Ternyata waktu berlalu begitu cepat melewati semua naik-turunnya belajar bersama di jurusan ini.

"Joanna!" Aku tentu langsung tersadar kala Leo memanggilku. Sama seperti ketika pertama kali ia memanggilku saat itu. Saat itu, pertama kalinya aku hadir di acara angkatan dan belum mengenal siapa-siapa. Leo memanggilku dan menjadi orang pertama yang mengajakku mengobrol dengan topik yang sebenarnya tidak begitu penting.

"Kenapa Le?"

Leo menarik tanganku agar tubuhku menjadi dekat dengannya. Merangkul bahuku tiba-tiba dan mengarahkan kamera HPnya untuk mengambil foto kami berdua. "Harus ada foto dong di hari kelulusan kita!"

Aku tersenyum simpul mengingat bahwa foto pertama Leo dan aku adalah foto tugas orientasi jurusan untuk mengenal satu angkatan. Aku melayangkan ingatan itu ke empat tahun ke belakang.

Mengenal angkatanku, juga mengenal Leo adalah hal yang tidak pernah aku sesali dalam hidup. Aku juga mengenal beberapa teman lainnya, tapi dengan Leo rasanya berbeda. Setiap malam chat yang selalu ada adalah dari Leo, walau hanya sekadar pertanyaan tidak penting seperti "Jo udah pulang?" atau pertanyaan klise seperti, "Jo udah makan?"

Atau mungkin ketika acara kampus hingga malam, Leo selalu bersedia mengosongkan motornya untuk mengantarku pulang. Perbuatan-perbuatan kecil yang banyak temanku lakukan, tapi dengan Leo bisa berbeda. Saat itu ketika aku dan beberapa teman sedang makan bersama, hanya Leo teman laki-laki ku yang bisa dengan mudahnya berbaur dengan lingkar pertemananku yang mana isinya semua perempuan.

Melalui setiap semester di jurusan tak terasa karena Leo selalu bersedia membantuku belajar apalagi bila otakku rasanya sudah ingin pecah. Semua hal itu yang perlahan memunculkan perasaan tak karuan terhadap Leo. Perasaan yang kata orang adalah rasa suka. Tentu saja berkali-kali aku mencoba untuk menyangkal. Namun benar kata orang, kita tidak akan bisa membohongi perasaan sendiri.

Pada akhirnya aku mengakui, mungkin aku menyukai Leo. Dan di lubuk hati paling dalam aku berkata, "Mungkin Leo juga menyukaiku."

Sayangnya perasaan melambung tinggi itu patah oleh suatu ketika kalimat Leo kepadaku.

"Lo emang sahabat terbaik yang gue punya Jo."

Aku membalasnya tersenyum. Bangga bahwa aku bisa menjadi sahabat yang baik untuknya. Namun nyatanya sisi lain seakan jantungkan berhenti untuk sejenak dan seluruh tubuhku merinding. Ya, aku Joanna hanya sahabat Leo.

Leo tidak pernah tahu perasaanku. Hingga saat ini, hingga hari kelulusan kami dan hingga kenyataan bahwa Leo akan melanjutkan studinya ke luar negeri. Tidak apa-apa. Karena aku tahu, hingga saat ini Leo bahagia, dan ada aku dalam kebahagiaannya, sebagai sahabatnya.



Comments

Popular posts from this blog

Sempat Salah Jurusan, Tapi Mimpi Tetap Harus Dicapai

Tentang Kalian

Sedikit dari Aku