Posts

Showing posts from May, 2019

Sedikit dari Aku

Image
Sedikit dari Aku Aku pernah mengeluh sekali Merasa tidak punya tempat untuk pulang Tidak punya bahu untuk bersandar Aku pernah tak menemukan kunci suatu pintu Yang terkunci oleh rasa sepi, sendiri, dan perih Pintu yang terbuka karena aman dan rasa nyaman Aku pernah menyerah dan mencoba berhenti Berhenti untuk mengenal asing  Karena aku takut tak ada harga untuk usahaku Aku pernah berlari seorang diri Dan singgah di setiap rumah Namun tak ada keluarga beradu kisah Aku pernah mendengarnya Rumah yang aku simpulkan hanya dalam cerita Yang menawarkan keluarga tapi tak kunjung aku temukan Namun kini aku melihatkan Senyum-senyum menyambutku pulang Serta pelukan hangat menenangkan Akhirnya aku buka pintu itu Mendobrak ego serta rasa ragu Berganti dengan bisikan untuk bersatu Dan kini aku bangkit dari jatuhku Menata ulang apa yang kini aku sebut rumah Dengan berbagai manusia kusebut keluarga Dan ini bukan sekadar cerita...

Putri Kecil Ayah

Image
Seharusnya aku berada di sisinya kala embusan napas itu berakhir. Memeluk erat tubuhnya yang semakin lemah dimakan usia. Kehadiranku, aku tahu ia menunggunya. Ayah, aku mohon maaf baru menjengukmu yang sudah terlanjur menutup mata selamanya. Ayah, aku mohon maaf baru memelukmu lagi sekian lama kala ragamu telah terbujur kaku. Sudah terlalu lama aku meninggalkan Ayah untuk melanjutkan kehidupan orang dewasa. Percayalah Ayah, aku masih putri kecil Ayah.  *** Hari ini aku pulang. Namun sekitar rumahku telah sesak dengan manusia yang akan mengantar Ayahku ke tempat peristirahatan terakhirnya. Dengan menarik koper kecilku aku masuk rumah dengan pikiran yang kosong. Aku masih bingung, tetiba pukul 1 pagi Ibu meneleponku tersedu-sedu. Ibu memberi kabar bahwa Ayahku sedang kritis dan memintaku untuk segera pulang. Aku pulang dengan penerbangan paling pagi hari itu. Namun ternyata tuhan tidak mengizinkanku mengucap selamat jalan. Tepat seusai adzan shubuh Ayahku menutup usianya. ...

Tentang Aku

Image
Berkali-kali aku akan merasa berada di titik terendah dari diriku. Air mata tak bisa lagi jatuh  karena menangis saja tidak sanggup. Namun sesak sekali rasanya menahan tanpa ada yang harus dikeluarkan. Aku bisa apa? Lari ke tanah lapang lalu berteriak kencang-kencang? Atau mungkin menelpon kawan-kawan yang belum tentu juga akan merespon? Yang kulakukan hanya diam bungkam, menyebabkan luka terbuka semakin menganga. Tapi itu tentang aku, yang dulu. Sejak bertemu manusia-manusia ajaib yang lama-lama ternyata bisa menjadi karib, emosi 'masa bodoh' semakin tumbuh. Lebih banyak menoleransi segala hal yang dulu mungkin bisa membuatku risih. Lebih banyak mengabaikan hal yang dulu mungkin membuatku segan. Bahkan kini aku hanya tertawa untuk hal-hal yang dulu memilih untuk menyerah. Tapi lagi-lagi itu tentang aku, yang kemarin. Yang aku kira masa itu membuatku menjadi orang yang baru. Ternyata aku juga lebih suka untuk sendiri dan menepi untuk rasa sepi. Aku juga masih merasa...